“Lit, ke kantin yuk!!!” ajak Bela, sahabat
Lita
Lita hanya menyahut dengan gelengan sambil
termenung mewarnai gambar hati dengan pensil.
“Kamu nggak laper?” Tanya Bela dengan
tatapan iba melihat sahabatnya yang down karena patah hati. Lita
sangat mencintai Naufal, meski hubungan mereka hanya bertahan ½
tahun, tapi Naufal tetap perhatian layaknya pacar hingga 1 tahun ini.
Rasa cinta pada hati Litapun sulit dihilangkan dan kini berubah
menjadi bumerang untuknya.
Seminggu yang lalu Lita baru tahu kalo Naufal
udah punya pacar baru dari SMP lain. Ternyata nggak cukup 1-2 hari
untuk nyembuhin sakit hati Lita, dia sering nangis di sekolah.
“ Tega..aku tau dirimu kini telah ada yang
memiliki, tapi bagaimanakah dengan diriku, tak mungkin ku sanggup
untuk kehilangan dirimu..” senandung lirih terdengar darimbibir
tipis Lita, satu per satu tetes air mata menukik jatuh. Belapun
memeluk erat sahabatnya itu.
“Jika kamu tetap sakiti aku, besok kamu akan
melihat jasadku bersimbah darah dari urat nadiku, naufal” raungan
lirih itu terekam oleh pendengaran Bela.
“Lita kok ngomong gitu siy….udah ya udah”
ucap Bela halus sambil mengusap lembut kepala Lita. “Udah ya
Lit…udah” lanjutnya. Beberapa menit kemudian tangisan Lita mulai
reda “Ta, kita ke toilet aja yuk” ajak Bela halus.
Lita mengangguk, merekapun berjalan beriringan
menuju toilet putri. Saat melintasi kelas 9-A seorang cowok
memandangi kedua gadis itu. Bela terus menggenggam erat tangan Lita.
Saat cowok yang nggak lain adalah Naufal beniat menghampiri bel masuk
berbunyi, iapun mengurungkan niatnya dan tetap memandangi kedua gadis
yang kemudian masuk ke toilet putrid.
“Ta, udah…jangan nangis terus” ujar Bela
halus
Wajah Lita yang putih kini memerah dan basah
oleh air mata. “Naufal jahat….Naufal jahat..aku sayang dia tulus,
tapi kenapa dia tega nyakitinku kayak gini” raungnya dalam tangis.
Bela tak berkomentar apapun, dia ingin Lita
bisa ngungkapin apa yang ada dalam hatinya dan melampiaskan semuanya.
Bela nggak tega liat Lita kayak gini terus, ditambah lagi mereka udah
kelas 9 bentar lagi UNAS.
Lita termenung menatap layar laptopnya, disana
terpampang fotonya bersama Naufal sewaktu mereka study tour ke Bali
bulan lalu.
Bela dan Firda baru datang setelah membeli
jajanan di depan sekolah. Bela memandang sejenak kea rah Lita dia
tampak sedih seperti hari-hari sebelumnya, lalu pandangannya terarah
pada laptop Lita, Bela mengerti Lita benar-benar sakit hati dengan
ulah Naufal. Sementara Firda keluar untuk cuci tangan di westavel
depan kelas sebelum menyantap batagor dan es cincau kegemarannya.
“Lit, kamu dicariin” ucap Firda dari depan
pintu dengan raut wajah yang Nampak aneh
“Siapa?” Tanya Bela. Sementara Lita hanya
memandang Firda dengan tatapan penuh tanya.
”Kamu keluar aja, Lit” jawab Firda , sambal
melangkah masuk ke kelas.
Lita berdiri lalu meletakkan sebotol aqua di
samping laptopnya. Bela mengoper pandangan aneh ke Firda. “Dia
maksa” ucap Firda lirih dan takut, Belapun melangkah ke pintu.
“Ta, kamu kenapa?” Tanya Naufal lembut.
Lita dan Naufal berdiri berhadap-hadapan di teras kelas Lita
Plaaak….telapak tangan Lita mendarat tepat di
pipi kiri Naufal. Bela, Firda, bahkan Naufal kaget bukan main.
“Puas? Inikan yang kamu mau?” ucap Lita
dengan tatapan sinis penuh dendam.
“Maksud kamu apa, Lit?” balas Naufal tak
mengerti
Kedua tangan Lita meraba leher belakang, Lita
melepaskan sebuah kalung bermotif ‘UL’.
“Terimaksih untuk semua, tapi aku udah nggak
butuh” Lita mengembalikan kalung itu.
“Gak Lit, kamu udah janji meski kita putus
kamu nggak akan balikin kalung ini” Naufal meletakkan kalung itu di
genggaman Lita kemudian berlalu.
Kembali air mata Lita runtuh di pipi, dia jatuh
terduduk dan menangis. Bela yang melihat segera menghampiri Lita
“Kita ke kelas aja ya Lit, nggak enak diliatin anak-anak” ujar
Bela halus.
Lita melangkah sambil melamun, ntah apa yang
membuatnya tak ingin naik angkot. Perjalanan 2 km ditempuhnya dengan
jalan kaki. Di tangan kanannya terjuntai sebuah kalung.
Tiiiiinnn…………suara bel motor
mebuyarkan lamunan Lita, karna kagetnya hampir tertabrak motor Lita
jatuh, sementara pengendara motor banting setir kiri, dan jatuh ke
tepi trotoar. Orang-orang di sekitar segera datang menolong
keduanya,” Mbak, nggak pa-pa?” Tanya seorang ibu-ibu pada Lita
“Nggak, nggak pa-pa” jawabnya,
pandangannya segera terarah pada sosok pengendara motor yang jatuh di
tepi trotoar, Litapun segera mengahampiri.
“Maaf, kamu nggak pa-pa?” ucap Lita
khawatir
Sosok itupun membuka helmnya, terlihat sosok
yang taka sing di mata Lita “Irham” ucap Lita
Sosok itu menoleh kea rah Lita dengan 1 alis
terangkat “Lita” seru sosok itu dengan suara agak berat dan
sengau.
“He’emb, Maaf…aku yang salah tadi”
ujar Lita
“Nggak kok, kamu nggak pa-pa?” balas Irham
“Nggak, aku nggak pa-pa”
“Saling kenal ya, Mas” suara seorang
laki-laki paruh baya
“Eh..Iya pak, ini temen saya!!! Makasih ya
pak udah mau bantu” ujar Irham dengan senyum manis berhias lesung
pipit di pipi kanan dan kirinya.
“Yaudah, lain kali hati-hati ya mbak, mas”
kata bapak itu.
“Iya Pak, sekali lagi terimakasih” ucap
Irham
Bapak-bapak itu hanya tersenyum ramah, dan
orang-orang yang tadi berkerumun tadi buyar.
“Aku anter pulang ya,Lit” tawarIrham
“Nggak usah, rumahku udah deket kok “
tolak Lita halus
“Bener?”
“Iya, lagian Papa-Mamaku pasti nggak seneng
kalo aku dianter sama cowok”
“Yaudah, bener ni ya”
Lita mengangguk mantap.
“Kalo gitu aku duluan ya”
“Iya”
Irham kembali memaki helmnya, lalu melesat
dengan motornya. Irham adalah salah satu bagian dari kenangan Lita.
Karena Lita sangat mengagumi sosok Irham. Sosok yang sempurna di
mata Lita. Irham memiliki keluarga yang sangat menyayanginya,
terlihat setiap mengambil rapor saat SD pasti kedua orang tuanya
datang. Irham juga bintang kelas, di tambah lagi dia juga punya
paras yang bisa dibilang menarik hati.
Lita sempat memendam rasa pada Irham saat
kelas 4 SD, namun sayang kelas 5 SD Irham pindah ke Jakarta. Sejak
itu tak ada kabar apapun dari Irham.
“Ta, makan dulu yuk” ajak mama Lita yang
berdiri di depan pintu kamar Lita.
“Nggak usah, Lita nggak laper” jawab Lita.
Lita nggak terlalu suka diperhatikan oleh orang tuanya, karena
rasanya risih.
Sejak kecil Lita selalu dibanding-bandingkan
dengan adik atau kakaknya. Lita sudah muak dengan perlakuan itu,
hingga beranjak remaja Lita terasa jauh dari keluarganya. Jika kakak
atau adiknya bisa berbagi kisah dengan sang mama, tidak bagi Lita.
Bila di rumah semua keluhnya dia pendam, dan dia hanya mengutarakan
keluhnya pada sahabat-sahabatnya. Tak jarang Lita berselisih paham
dengan kedua orang tuanya, apalagi masalah pergaulan. Orang tuanya
berniat menjaganya dari pergaulan yang negative tapi bagi Lita semua
itu adalah kekangan.
“Yaudah, kalo laper makan ya” tegur
mamanya dengan perasaan kecewa karena merasa tak bisa mengerti
masalah putrinya.
Lita tak menghiraukannya, untuk aja kecelakaan
tadi tak berpengaruh buruk pada laptopnya. Lita membuka laptopnya dan
memeriksa folder-foldernya. Sakit kembali mendera ketika terlihat
fotonya dengan Naufal, dengan hati kian rancu Lita menghapus folder
itu.
Trrrrrt…..Trrrrt….Trrrrrt…HP Lita
bergetar tanda ada SMS. Setelah membuka pesan itu Lita mengernyitkan
dahi “Nomor siapa nih?” gumamnya.
Pesan itu tertulis <Assalamualaikum>
Litapun menuliskan balasannya
<Waalaikumsalam. Sapa ea?>
Tak lama balasannya datang <Irham>
Betapa terkejutnya Lita siapa yang SMS dia.
Malam yang semula kelabu kini jadi kian berwarna karena Irham.
Pagi ini terasa lebih baik dari pagi-pagi yang
sebelumnya. Itulah menurut Lita. Dia berlenggang menapaki
paving-paving halamannya sekolah menuju kelasnya. Raut wajahnya sudah
tak semurung kemarin-kemarin. Hal itu membuat Naufal merasa aneh saat
Lita melewati kelasnya.
“Pagi” sapa Lita riang pada Bela yang
sibuk copy-paste PR matematika.
“Hmmmm” sesaat Bela cuak. Tapi setelah
otaknya mencerna suara siapa yang menyapanya Bela langsung menoleh
“Lita?”
“Iya, kenapa?” jawab Lita santai yang
duduk disamping Bela
“Lita…akhirnya….kamu ceria lagi” ucap
Bela girang sambil memeluk Lita
“Bela, apa’an siy” sahut Lita bingung
Belapun melepaskan pelukannya dan menatap Lita
dengan mata berbinar “Aku seneng kamu ceria lagi”
Lita hanya tersenyum simpul menganggapi ulah
sohibnya itu. Tak lama kemudian guru matematika datang ,dan pelajaran
bom otakpun dimulai.
“Lit, hari ini kok ceria banget siy?”
Tanya Bela penasaran
Lalu Lita menceritakan semua kejadian mulai
dari kecelakaan sampai SMS-an sama irham, Bela tampak mendengarkannya
dengan seksama.
“Nih” Lita menyerahkan HPnya pada Bela.
Belapun langsung membuka pesan dari Irham dan salah satu pesannya
berbunyi <Kamu itu jangn ska nangis…hdupmu msih pnjang kog,
ok!!! Janji jangn ska nangis agy ea>
“So sweet juga, trus kalian ntar
jalan dong” kata Bela setelah membaca pesan dari Irham
“Nggak jalan, tapi bantuin dia ngerjain
tugasnya kok” jawab Lita enteng
“Huuuu…sama aja tau, dimana?”
“Hehehehe, di rumah dia”
“Kalo diapa-apain gimana?”
“Ya nggak mungkinlah…kan cuma temen”
“Iya….iya yang jelas aku seneng liat kamu
seneng juga” kata Bela sumringah
Bel pulang akhirnya berbunyi, 2 gadis SMP
melangkah menuju gerbang depan begitu juga siswa-siswi yang lainnya.
“Mana siy Lit anaknya?” Tanya Bela
clingak-clinguk
“Nggak tau, belum datang kali” jawab Lita
santai sambil nyeruput es oyennya. Kedua cewek itu lagi nimbrung di
tempat penjual es oyen sambil nunggu kedatangan Irham.
“Hai” suara sengau dan berat terdengar
dari samping Bela. Kedua gadis itupun menoleh bersamaan kea rah
suara. Irham membalasnya dengan senyum manisnya.
“Hai Ham” balas Lita juga dengan tersenyum
anggun “Eh iya, kenalin ini temenku, Bela”
“Hai Bela” sapa Irham dengan mengulurkan
tangannya
“ Hai juga” balas Bela membalas uluran
tangan Irham
“Kita jadi kan, Lit?” pandangan Irham
tertuju pada Lita
“Iya” sahut Lita mantap
“Naik angkot nggak pa-pa kan?”
“Nggak pa-pa kok” senyum anggun kembali
terlukis di bibir Lita “Kita duluan ya, Bel” lanjut Lita. Belapun
menjawab dengan anggukan dan senyuman.
Irham dan Litapun melangkah menuju tempat
mangkal angkot, lalu mereka masuk salah satu angkot yang menuju ke
daerah tempat tinggal Irham. Perjalanan ditempuh dalam waktu 45
menit. Perjalanan itu terasa begitu menenangkan dengan obrolan lucu
tentang kisah mereka masing-masing.
Lita menatap bangunan yang ada di hadapannya,
YAP..rumah Irham..rumah itu bergaya minimalis modern dengan
bunga-bunga indah dan pohon paku yang berdiri tegak.
“Ayo masuk” kata Irham begitu membuka
pintu gerbang depan. Lita mengangguk dan mengikuti langkah Irham.
“Bentar ya, aku ambil minum dulu” lanjut Irham begitu sampai di
ruan tamu.
Rumah itu nampak sepi, mungkin karena Irham
anak tunggal jadi dia sendirian jam-jam segini orang tuanya pada
kerja. Begitu duduk di sofa Lita mengeluarkan laptopnya dan membuka
MS Power Point.
“Sory ya lama, adanya sirup. Nggak pa-pa
kan?” seru Irham mebuyarkan lamunan Lita
“Iya, nggak pa-pa” sahut Lita ramah
“Ntar ya, aku ambil bukuku dulu”
“He’emb”
Irhampun berlenggang menuju tangga lantai 2.
Dan tak berapa lama dia sudah kembali membawa beberapa buku, setelah
meletakkan buku-bukunya di meja Irham duduk di samping Lita yang lagi
seru lesehan ria.
“Kita mulai sekarang?” Tanya Lita
“OK” jawab Irham enteng
1 jam telah berlalu, tugas Irham udah kelar
tinggal nyimpen aja. “Ham, ortu kamu kok belum pulang?” Tanya
Lita penasaran
“Mama masih sibuk di butik” sahut Irham
tanpa mengarahkan pandangan dari laptop Lita
“Kalo Papa kamu?”
“Papa udah meninggal 2 tahun yang lalu”
“Huk…huk…huk” saking kagetnya Lita
sampai kesedak paslagi minum
Irham langsung menoleh kea rah Lita “Kamu
nggak pa-pa?” seru Irham dengan nada agak khawatir
“Nggak pa-pa kok cuma kesedak, and maaf
udah…”
“Nggak pa-pa kok” potong Irham
Beberapa saat suasana hening……………….
“Ham” suara Lita memecah keheningan
“Kenapa” sahut Irham yang dari tadi seru
main game di laptop Lita
“Mamamu pulang jam berapa?” Tanya Lita
asal
“Gak pasti, biasanya kalo aku udah tidur”
“Pasti Mama kamu perhatian banget ya sama
kamu” kembali Lita ngomong ngasal
“Nggak juga, Mama selalu sibuk, gak ada
waktu”
Jawaban Irham terasa aneh untuk Lita secara
dulu waktu SD orang tua Irham perhatiannya ampun-ampunan ampe bikin
ngiri.
“Mama sedih banget setelaha Papa meninggal,
dia jadi cengeng. Buat nglupain kesedihannya Mama nyibukin diri”
lanju Irham
“Kamu nggak kesepian?”
“Awalnya, sekarang udah nggak” Irham
berhenti sejenak untuk minum, tenggorokannya terasa kering setelah
cerita. “Kamu beruntung “ ucap Irham tiba-tiba membuat Lita
tercekat. Beruntung dari mana coba? Di kekang, slalu disalahkan,
nggak bisa bebas!!! Pikir Lita
“Orang tuamu masih sempurna, punya kakak dan
punya adik”kata Irham sambil tersenyum
“Kamu salah. Mereka ada tapi nggak bisa
ngertiin aku” tegas Lita dengan perasaan benci. Lita mengalihkan
pandangan ke sebuah foto di meja telefon. Foto itu foto keluarga
Irham yang nampak bahagia.
Lamunan Lita terpecah oleh suara tawa yang
terdengar berat dan sengau “Kenapa ketawa?” Tanya Lita
“Kamu lucu” jawab Irham dengan tawa yang
mereda
“Ha? Kok gitu?” seru Lita bingung
“Yaiyalah, kamu bilang mereka gak ngertiin
kamu”
“Emang gitu kok”
“Kalo gitu apa pernah mereka nyuruh kamu
jual diri buat makan, apa mereka juga pernah nyuruh-nyuruh kamu kayak
pembantu terus kamu nggak dikasih makan selama 1 minggu”
Lita kaget mendengar ucapan Irham, selama ini
orang tuanya tak pernah berbuat demikian ke Lita. Lita nggak tau
musti jawab apa.
“Nggak kan, mereka itu udah pengertian dan
perhatian sama kamu. Tapi kamu yang egois” kata irham melembut
Kata demi kata yang meluncur dari mulut Irham
dicerna satu per satu oleh Lita. Irham bener.
Lita melangkah dengan sangat berat, seluruh
ucapan Irham berputar di otaknya. Perasaanya kini benar-benar nggak
keruan menyesal, sedih, sakit, semua jadi satu. Setelah pembicaraan
tadi Lita memutuskan untuk pamit dengan alasan sudah sore, tapi Lita
nggak mau dianterin sama Irham.
Kini Lita terhenti di tempat menunggu angkot
dekat dengan komplek rumah Irham. Pemandangan seorang cowok dan cewek
yang baru menyeberang jalan menarik perhatian Lita. Mereka tampak
senang sambil berjalan berdampingan dengan tangan saling menggemgam.
“Naufal” ucap Lita getir, ntah apa yang membuat terhipnotis untuk
mengikuti mereka.
Kini langkahnya terhenti di depan sebuah gang
kecil dekat dengan sebuah SMP. Lita merapat ke dinding untuk
bersembunyi dari mereka.
“Kamu yakin mau?” ucap Naufal sumringah
“Iya” jawab cewek itu malu-malu
Jantung Lita serasa jatuh ke lambungnya melihat
apa yang di lakukan kedua insane itu. Naufal dan cewek itu ciuman.
Air mata Lita langsung tumpah di pipi. Diapun melangkah meninggalkan
tempat biadap itu sembari air matanya yang tak kunjung berhenti.
Tiba-tiba lengan Lita dicengkram oleh
seseorang dari belakang membuatnya kaget. “Ta, kamu nggak pa-pa
kan?” seru Irham yang dari tadi mengikuti Lita.
Lita menatap seseorang yang ada di hadapannya
“Irham” ucapnya lirih disela tangis. Irham tersenyum lalu
mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku jaketnya, kemudian mengusap
air mata Lita. Sementara Lita hanya terpaku tak mampu berbuat apapun
atas perlakuan Irham.
“Ta, aku anterin pulang aja ya..udah sore”
kata Irham lembut. Sire itupun Irham mengantar Lita pulang hingga
persimpangan dekat rumah Lita.
“Bela” seorang cowok memanggil nama Bela
yang lagi nungguin pesanan somaynya. Belapun clingukan mencari suara
itu, nah…ketemu sesosok Irham menghampirinya.
“Irham” ucap Bela agak bingung kenapa
Irham nayri dia, mungkin mau nyari Lita
“Aku mau nanya sesuatau boleh kan?” kata
Irham ramah
“Boleh”
“Neng ini “ seorang bapak tukang somay
memberikan plastik hitam pada Bela
“Makasih Pak” ucap Bela ramah
“Bel, ngobrolnya jangan disini ya” kata
Irham
“Lho…kok gitu?”
“Please…ikut aku bentar ya”
Belapun pasrah mengikuti langkah Irham. Mereka
sampai di sebuah rumah makan lesehan yang nggak jauh dari sekolah
Bela.
“Mau pesen apa?” kata Irham begitu Bela
duduk
“Terserah kamu aja deh. Tapi kenapa kita
mesti ngomong disini siy?”
“Bentar ya…aku pesen dulu” Irham pun
berlalu meninggalkan Bela yang masih kebingungan.
“Ham, kita mau ngapain siy???”
sergah Bela begitu Irham kembali ke meja dengan tampang mulai snewen.
“Aku mau nanya soal Lita” jawab Irham
lirih
Bela mengangguk pertanda mengerti kemana arah
pembicaraannya dengan Irham
“Dia sekarang gimana?” lanjut Irham
“Tadi pas upacara Lita pingsan. Dari kemarin
dia belum makan terus tadi di jemput mamanya”
kata Bela sedih
“Permisi ya mbak…mas” seorang pelayan
menyuguhkan 2 jus jeruk pesanan Irham. Irham
mendekatkan jusnya. Tampak punggung tangan
kanannya ada seperti kapas yang diplester.
“Ham tangan kamu kenapa?” Tanya Bela
penasaran
Irham melirik punggung tangannya dengan cuek,
lalu kembali menyeruput jusnya.
“Ham, aku nanya” protes Bela
“Kamu mau aku cerita?”
“Iya”
Irham kembali menyeruput jusnya hingga ½ gelas
“Kapan-kapan aja” kata Irham polos
Belapun memandang kesal Irahm.
Lita melangkah di atas paving-paving sekolah
dengan lemas, sementara Irham yang mengenakan
pakaian bebas menunggu Lita di gerbang sekolah.
“Hai” sapa Irham basa-basi
Lita hanya membalas dengan senyuman
“Kamu masih sakit ya, Ta?” lanjut Irham
“Nggak kok”
“Bisa bantuin lagi nggak bikin main mapping”
“Tapi pulangnya jangan sore-sore ya”
“Sip”
Bela melihat Lita naik boncengan motor Irham,
entah kenapa Bela merasa agak tenang “Ham, buat Lita
bangkit” ucapan hati Bela.
“Kamu masih sedih ya?” pertanyaan Irham
memecah konsentrasi Lita yang lagi membut desain
main mapping.
Lita hanya diam, berpura-ppura tak mendengar
ucapan Irham meski dalam hatinya menjawab
“ Iya, sangat, sangat sedih”.
“Bentar ya, Lit” ujar Irham seraya
meninggalkan Lita. Begitu Irham tak terlihat, air mata Lita
bercucuran di pipi.
15 menit kemudian Irham kembali membawa sebuah
nampan berisikan 2 mangkuk bubur dan 2
gelas air putih. Sesaat Lita melirik makanan
dan minuman yang di sajikan Irham kemudian beranjak ke
sofa.
“Uda selesai ya, Lit?” Irham beralih ke
laptopnya.
Lita tak menjawab, dia menatap lantai dengan
tatapan putus asa. Dia lelah dengan semuanya,
rasa lelahnya membuatnya tak ingin lagi bicara
tak ingin apapun mungkin hal yang paling berarti adalah
kematian.
Usapan lembut Irham yang mengusap air mata
Lita dengan tisu membuat Lita kaget “Udah
jangan nangis terus, ntar sakit lagi lho”
ucap Irham halus sambil tersenyum
Lita tersenyum sinis “Itu yang aku ingin,
sakit lalu mati”
“Kenapa gitu?” Tanya Irham
“karena aku lelah dengan sakit hati ini”
“Kamu itu harus sehat, nggak boleh sakit”
kata Irham sederhana
“ kenapa?”
“Karena sakit itu nggak enak”
Lita hanya terdiam, dia tak mengerti tentang
ucapan Irham.
“Ini yang kamu dapet kalo kamu sakit” ucap
Irham sambil memperlihatkan punggung
tangannya. Terdapat kapas yang diplester
disana. Lita menatap punggung tangan Irham lalu menatap
wajah Irham dengan pandangan tak mengerti.
“Ini bekas jarum infuse” ujar Irham, Lita
bisa menangkap kesedihan yang disembunyikan Irham
“Kamu baru keluar dari Rumah Sakit?”
“Iya, kemarin”
“Kenapa?”
“Jantung lemah”
“Jantung lemah?” kekagetan Lita tak bisa
lagi disembunyikan
“Iya, aku nggak ngerti pikiran anak-anak
waktu kita SD dulu. Mereka mikir aku beruntung .
udah pintar, disayang ortu, bintang kelas pula”
sesaat Irham tersenyum masam “Sayang, mereka nggak
tau kalo aku penyakitan”
“Maksudmu anak SD itu aku?”
“Jadi kamu mikir hal yang sama?”
Lita mengangguk, tawa Irham meledak membuat
Lita bingung. Tak lama tawa Irham terhenti
lalu menarik nafas dengan berat, sesaat dia
tersenyum sinis.
“Kenapa?” Tanya Lita penasaran
“Papa meninggal gara-gara aku Lit”
Lita terbelalak kaget semakin tak mengerti
dengan pernyataan Irham barusan.
“Kami bertengkar karna aku nggak mau
dioperasi, setelah itu Papa ke Bogor buat ngurusin
pekerjaan. Keesokan paginya kondisiku memburuk.
Papa segera pulang ke Jakarta. Sampai di jalan
dia….” Irham tak mampu melanjutkan
ceritanya. Lita merasakan sakit yang sama dirasakan Irham.
Lalu Irham menoleh kea rah Lita dan dia
tersenyum “Aku berani jamin kalo sakit itu nggak enak”
ucapnya
Lita membalas senyuman Irham “Iya, aku tau
kok”
“Janji kamu bakal tetep ceria, sehat dan
nggak murung lagi” Irham mengulurkan kelingkingnya
Lita memandang ragu kelingking Irham, apa
mungkin aku bisa ceria? Apa mungkin aku bisa
nggak murung lagi?. Batin Lita.
“Kamu bisa Lita. Aku yakin” ujar Irham
meyakinkan
Dengan sedikit ragu Lita membalas uluran
kelingking Irham “Aku akan berusaha”
“Good answer” jawab Irham senang
“Thank’s”
Lita segera membereskan buku-buku dan alat
tulisnya setelah menyantap bubur. Sementara
Irham masi ngangkat telfon.
“Aku anter pulang ya Lit” tawar Irham
“Nggak usah, masih jam 3 kok” tolak Lita
halus
“Nggak pa-pa, sekalian aku mau ke butik
Mama”
“Emb…yaudah tapi ampe pertigaan aja ya”
“Sippp” Irham tersenyum lebar
“Tadi telfon dari Mama kamu ya?”
“Iya, ngingetin ada pemeriksaan”
“Ham..”
“Iya, kenapa?”
“Kamu sejak kecil rutin pemeriksaan ya?”
Tanya Lita agak ragu
“Iya. Emang kenapa?”
“Nggak. Nggak pa-pa”
“Owh…Eh bentar lagi Try Out kan!!!??
harus dapat nilai bagus”
“Iya” kata Lita dengan mengembangkan
senyum manis
1 minggu kemudian……………..
“Ta, emang kamu udah ngomong ke Irham kalo
kamu mau kerumahnya?” Tanya Bela dengan
raut muka merah karena kepanasan dan snewen.
Dari tadi pagi Lita mohon-mohon supaya Bela mau
nemenin Lita ke rumah Irham.
“Nggak usah, jam segini biasanya dia udah
pulang. Sekalian aku mau kasih surprise kalo aku
dapet peringkat 2 paralel” kata Lita senang
“Ini rumahnya? Kok sepi?” Tanya Bela
begitu Lita berhenti di depan sebuah rumah di salah satu
komplek perumahan.
“Iya, udah biasa kan Mamanya lagi di butik
jadi dia sendirian” jawab Lita lalu menekan Bel.
Seorang gadis muda mungkin usianya masih 20-an
membukakan pintu gerbang. “Nyari siapa ya?” Tanya orang itu
ramah
“Irhamnya ada” kata Lita
“Irham lagi di rumah sakit”
“Lagi pemeriksaan ya mbak?”
“Bukan, kondisinya ngedrop senin lalu dia
pingsan. Ini lagi opname”
“Kok bisa?”
“Kata Mamanya siy gara-gara Irham kelelahan
sama sering kabur pas dirawat”
“Kenapa kabur mbak?” giliran Bela buka
suara
“Saya nggak tau. Apa kalian mau jenguk dia,
biar saya kasih alamat rumah sakitnya”
“Iya mbak” jawab Bela tegas
Di depan sebuah pintu kamar Rumah Sakit Lita
menata hatinya sampai akhirnya dengan pelan Lita membuka pintunya.
Lita melangkah masuk. Air mata Lita menetes melihat seorang yang
dikenalnya terbaring dengan mata terpejam, tangannya di infus dan dia
memakai alat bantu pernafasan.
Lita melangkah mendekati Irham yang terpejam.
Di sebuah meja dekat tempat tidur Irham, Lita meletakkan sebuah sapu
tangan yang dulu di pakai Irham untuk mengusap air matanya.
Pelan Irham membuka matanya, udah berapa lama
ya aku tidur. Pikir Irham. “Lita” suaranya lirih begitu
pandangannya menangkap Lita yang duduk di samping ranjangnya.
Kemudian Irham tersenyum dengan lesung pipit setia bertengger di
kedua pipinya.
Lita membalas senyum Irham lalu duduk di kursi
dekat ranjang Irham. “Aku ganggu tidur kamu ya?” Tanya Lita halus
“Nggak, udah waktunya aku bangun” suara
Irham terdengar lirih dan lemah
“Emang kenapa?”
“Mungkin Tuhan yang bangunin karna orang
yang aku sayangi datang”
Lita menunduk merasa pipinya panas oleh
sesuatu.
Irham membelai lembut kepala Lita yang
tertunduk “Bercanda” kata Irham sambil tersenyum.
Sejenak suasana hening tanpa suara dari
keduanya hingga... “Ta, aku mau pamit”
Lita terlonjak kaget. Pamit? Apa Irham
bakal….!!?? “Kemana?”
“Singapure. Mama bilang kondisiku udah mulai
nggak memungkinkan untuk bertahan lebih lama. Aku harus operasi”
“Apa separah itu, Ham?”
“Mungkin. Nggak usah takut..aku percaya
selagi aku punya kemauan, aku pasti sembuh”
Lita tersenyum “Iya, kamu bener. Kamu pasti
sembuh Ham”.
“Ta, tersenyumlah meski itu sakit, karena
senyummu terlalu indah tuk terhapus oleh air matamu” pesan Irham
Senja itupun menjadi senja terakhir untuk Lita
dan irham bisa bersama. Mereka menghabiskan waktu dengan bercanda dan
ngobrol. Dari sanalah Lita tau kalo selama ini Irham sering kabur
dari rumah sakit untuk bertemu dengan Lita. Lita juga tau kalo emang
Irham nggak seberuntung yang dia kira, tiap pulang Irham jarang
pulang ke rumah melainkan ke Rumah Sakit. Dia juga sering sendirian
di kamarnya yang berbau obat itu.
Selesai sholat Ashar Lita berdoa untuknya,
keluarga, dunia, dan Irham. Selepas mengobrol kira-kira 1 jam, Irham
ada pemeriksaan kemudian Lita pamit pulang. “Ya Khaliq, terima
kasih untuk semua anugerah, petunjuk, nikmat dan semuanya. Segalanya
berarti untukku dan untuk masa depanku”.
Tamat
0 komentar:
Posting Komentar