Sang Pujaan





                “Mel, jangan lupa ya besok ada rapat SKI” ucap gadis manis berjilbab putih bernama Dita
“Eh..Iya” sahut Mela
Setelah rapat anggota Rohis, Mela bergegas menuju halte yang tepat berada di depan sekolahnya. Mela duduk di bangku panjang halte pandangannya beredar disekeliling halte, terlihat sosok seorang cowok berpostur tubuh tinggi dengan rambut yang ikal, cara memakai seragam berantakan, dan tas ransel hitam dipunggung.
Mela mengamati sosok itu dengan seksama. Seakan sosok itu tak asing bagi Mela, tapi siapa?, dan saat cowok itu berbalik betapa jantung Mela serasa jatuh ke lambung. Ternyata sosok itu adalah sosok yang Mela kagumi sejak 3 tahun lalu, semasa Mela mengenyam bangku MTs.
                “Mbak...naik nggak?” seruan seorang kenek bus yang menuju rumah Mela
“Eh..I..Iya” Mela yang masih tampak gugup segera berdiri, pandangannya masih tertuju pada cowok yang masih berdiri di sudut halte yang kini bersandar pada tiang. Melapun memasuki bus, karena tak ada tempat duduk yang kosong Mela terpaksa berdiri, pandangannya tetap mengarah pada cowok itu, dan keberuntungan berpihak pada Mela sosok itu balas menatapnya, karena Mela takut cowok itu akan mengenalinya segera dia menundukkan kepala.
~~~~~
                Buku-buku berantakan di atas tempat tidur, berkas-berkas dan beberapa map tertumpuk di sudut ranjang, sebuah foto tergeletak di samping kepala Mela. “Bhakti, apa bener itu kamu? Aku kangen banget sama kamu” ucap Mela lirih dengan linangan air mata.
                Diambilnya selembar foto itu, sosok cowok yang sama saat di halte.

                Saat Mela duduk di bangku 2 MTs, sosok Bhakti telah memikat hatinya, ntah apa yang membuat Mela merasakan hal aneh, rasa itu adalah perasaan sayang, bukan hanya sayang untuk teman tapi lebih dari itu. Berminggu-minggu Mela merasa tersiksa oleh rasa itu hingga dia memutuskan untuk mengungkapkannya melalui surat. Tak disangka surat yang hanya bertujuan untuk menghapus siksaan malah menjadi bumerang untuk hubungannya dengan Bhakti.
                Bhaktipun seakan berubah menjauhi Mela.

                “Mel…Udah siang” suara wanita paruh baya membuyarkan mimpinya. Segera Mela membuka dan melihat kea rah jam dinding “Ha? Jam 6?” secepat mungkin Mela melesat menuju kamar mandi.
                “Kamu telat lho sholat subuhnya” kembali terdengar suara wanita paruh baya yang nggak lain adalah ibu Mela dari dapur
                “Mela nggak sholat” sautan terdengar dari kamar mandi diikuti suara gemericik air. Ntah dapat ilmu dari mana Mela siap berangkat dalam waktu 15 menit.
                “Amu Ibu anterin?” tawar ibunya saat Mela memakai sepatu
                “Nggak usah naik angkot juga nggak bakal telat” jawab Mela, segera Mela menuju halte  yang tak jauh dari rumahnya.

                Tak perlu waktu lebih dari 5 menit angkutan umunpun datang, Mela masuk dan memilih bangku nomor 2 dari belakang , tak lama bus berhenti menikkan penumpang yang rata-rata adalah anak sekolah , Mela mengalihkan pandangan ke jendela samping , seorang ibu sedang memangku anaknya yang masih bayi, bayi itu tersenyum imut ketika Mela melihanya lalu Melapun membalas senyumnya dengan senang hati.
                “Karcis baru…karcis baru” seruan sang kenek yang selalu mengucapkannya tiap akan meminta uang karcis pada penumpang. Mela segera merogoh saku seragamnya tapi tak didapatinya uang sepeserpun. sebuah tangan melintasi kepalan Mela untuk menyerahkan uang.
                “Berapa Mas?” tanya sang kenek saat menerima uang 10 ribuan dari seorang penumpang yang berdiri di belakang bangku Mela.
                “Satu” jawabnya orang itu.
Mela mendengar suara itu merasa mengenalinya tapi dia tak sempat memikirkannya karena sibuk mencari dompet di dalam tas “Aduh…dompetku kok nggak ada?” desis Mela yang ebuat oaring dibelakangnya melirik.
Sang kenek telah berada di depan Mela “Karcis Mbak” uacpanya sambil memisah-misah seonggok uang yang berada di tanngan kanan dan sebagian di tangan kiri.
“Bentar bang, Astagfirullah….kok nggak ada? Masak iya ketinggalan” desisnya lagi
“Dua bang” ucap seorang yang berdiri dibelakang bangku Mela karena tak ada bangku kosong.
“Sama mbak?” tanya snag kenek dengan tampang nyengir nggak jelas, orang itu hanya mengangguk “Untung ada pacarya, Mbak. Ada yang bayarin” sambil menyerahkan kembalian pada orang yang bayarin Mela. Saat Mela akan menoleh untuk berterima kasih orang itu malah melangkah menuju pintu depan.               
Mata Mela terbelalak dengan lianangan iar mata “Bhakti” bibirnya bergetar mengucapkan nama itu. Sosok Bhakti turun di pinggir jalan lalu segera menyebereang jalan dan masuk dalam gerbang sekolah kejuruan. Tanpa dia sadari pipinya basah oleh rerintikan air mata.  Mela segera menunduk dan menghapus air matanya.
Tak sampai 15 menit dia sampai di depan sekolahnya. “Beruntung ya Mbak, pacarnya mau bayarin” goda sang kenek. Tapi Mela cuek dan lagsung memasuki gerbang.
~~~~~
Sejak kejadian surat itu Bhakti benar-benar terasa jauh, Mela tak tau apa yang harus dia perbuat untuk mebuat Bhakti luluh kembali. Saat ulang tahun Mela memberinya kado, diam-diam Mela menaruhnya di laci bangku Bhakti bersama kartu ucapan dengan inisial tanpa nama terang.
Tapi Bhakti tetap sama, tak ada perubahan. Seiring berjalannya waktu perasaan Mela terhadap Bhakti diketahui oleh anak-anak sekelas. Beruntungnya Mela, anak-anak sekolah malah nyomblangin keduanya. Namun  jangan panggil Bhakti kalo nggak angkuh, clintisan, slenge’an, dan nyebelin.
Bhakti memang terkenal pencari masalah dengan guru. Di pukul malah ketawa, di marahin cengengesan. Tapi Mela yang begitu mnyayanginya menitikkan airmata saat melihat Bhakti kena hukuman.

“Mel…Mel..Mel..” Vila berusaha membangunkan Mela dari lamunannya. Berkali-kali di panggil nggak nyaut, terpaksa  pake jalan pintas –JLEG- di injaknya kaki Mela sekeras mungkin.
“Auh…” teriak Mela kaget
“Kenapa Mela?” guru SKI yang sedang menerangkan menghampiri Mela
“Eng…Nggak Pak..Nggak ada apa-apa” Jawab Mela gugup
“Kamu mengerti apa yang saya terangkan?” tanya sang guru
Mela terdiam…dia nggak ngerti sama sekali apapun tentang yang diterangkan gurunya.
“Sekarang, siapa sahabat Rosul yang menjadi Guru besar  Tafsir dan Qira’ah di Kufah?”
Teeettt…teeettt…teeetttt
Huft….seruan Bel menyelamatkannya “Alhamdulillah” desisnya
“Pertemuan harus bisa, mengerti?”
“Iya Pak..”
Novi meletakkan 1 gelas Aqua di meja kantin “Mel, kamu apa-apa’an siy, nglamun
sembarangan”
                “Sejak kapan nglamun ada tempatnya?” sahut Mela
                “Ya nggak gitu Mel..tapi beneran aja. Nglamun pas pelajaran” tegur Vila
                “Maaf” sahut  Mela sambil meminum air dalam gelas aqua
                “Emang nglamun siapa? Haqi ya?”
                “Husss….bukanlah”
                “Terus?”
Sejenak Mela terdiam dan tampak berfikir dan bersedih.
                “Yaudah, gak usah dibahas. Ayo ke kelas” ajak Vila berdiri dan hengkang dari kantin. Di ikuti oleh
Mela , tepat ½ perjalanan bel masuk berbunyi.
~~~~~
                Tepat saat perjalanan pulang study tour dari Bali. Mela mendapat hadiah terindah yaitu untuk
pertama kalinya Bhakti membalas SMS-nya. Sejak saat itu Mela mencoba untuk menata kembali
hubungannya dengan Bhakti  satu  per  satu hubungannya dengan Bhakti meski membutuhkan
kesabaran luar biasa. Saat kelas 3 MTs adalah masa terindah karena hubungannya dengan Bhakti
semakin dekat, moment-moment menyenangkan banyak bergulir.

                “Mel..” seruan Tita mengagetkan Mela
                “Eh…Iya, kenapa?” jawab Mela kaget
                “Nglamun terus” ledek Tita
                “Hehehe…Maaf…yaudah ayo mulai rapatnya” ajak Tita. Rapat SKIpun dimulai dengan Johan sang
ketua SKI sebagai pemimpin rapat.
                Setelah rapatnya selesai Mela segera bergegas menuju halte. Di hatinya berharap bertemu lagi
dengan Bhakti, tapi 1 jam berlalu tetap saja tak tampak paras manis Bhakti yang begitu dia dambakan.
                “Doni, maafin aku” suara seorang cewek merengek pada sang cowok yang marah dalam diam.
Mungkin merasa malu atau rikuh cowok itu bergegas pergi melawati halte, sempat juga cowok itu
menatapa Mela yang sedari tadi mengamati mereka berdua. Kedua pasangan itupun hilang ditelan
tikungan.
                Mela teringat kejadian saat dia mencoba minta maaf pada Bhakti, tapi bukan Mela
yang mengucapkannya secara langsung tapi  Fia sahabatnya. “Iya..Iya..usaha keras banget minta maaf
ke aku”ucap Bhakti dengan suara keras sambil cengengesan, Mela ingat betul kejadian itu berlangsung
di parkiran sepeda hari Jumat sepulang sekolah. [” Iyo..iyo..bech..ngoyo men ta njaluk sepuro nang
aku”(kalimat yang Bhakti ucapkan sebenarnya)].

                Mela menggulum senyum teringat kejadian itu, betapa ia berjuang keras untuk mendapatkan
kata ‘Maaf’ dari Bhakti, padahal kalo difikir-fikir kesalahannya sepele, malah nggak salah. Mungkin.
                “Mbak” sebuah suara mengagetkan Mela
                “I..Iya” sahut Mela kaget
                “Nglamun terus, pasti nunggu pacarnya ya” goda sang kenek tadi pagi
                “Nggaklah…orang nggak punya pacar” jawab Mela cuek
                “Lha yang tadi pagi bayarin siapa, mbak?” tanya sang kenek penasaran
                Mela tak menjawab, dan langsung melangkah ke dalam bus dengan wajah merah padam. Sore
itu Mela tak berjumpa dengan Bhakti, ada rasa rindu ingin melihatnya lagi tapi hingga Mela sampai di
rumahpun tak ada sosok Bhakti yang tampak.
                “Mbak, lihat deh..oleh-oleh dari bude” seru adik  Mela yang meneteng 2 kaos oblong berwarna
coklat dan hijau di ruang tamu. Kembali sakit menderahati Mela, dia teringat warna hijau adalah warna
kesukaan Bhakti.  “Mbak pilih mana?” tanya adik Mela, rasa sakit semakin menghujam hati Mela tanpa
mempedulikan adiknya Melapun bergegas memasuki kamar.
                “Aku kangen kamu Bhakti” rintih Mela di dalam tangis “Kamu jahat, kamu nggakmpernah ngerti,
aku sayang sama kamu, kamu egois..kamu biarin aku menderita dengan rasa cinta ini. Kamu selalu buat
aku nangis, kenapa kamu nggak biarin aku lupain kamu, aku lelah kayak gini. Bhakti, hapus rasa ini,
hapus cinta dan rindu ini..aku mohon…”isaknya sambil memandang selembar foto Bhakti.
~~~~~
                Hari ini Mela memilih untuk tak naik angkutan umum, dia lebih memilih untuk diantar. Diapun
berusaha menyibukkan diri untuk kegiatan intra dan ekstrakulikuler.
                “Mel, kamu kok hari ini aneh banget?” tanya Vila saat Mela baru duduk di bangku, setelah dari
jam pertama hingga habis jam istirahat menyibukkan diri di markas SKI.
                “Aneh? Ogak”  Mela mengelak
                “Aneh Mela” bantah Vila
                “Udah ah…Gak aneh, OK” Mela meyakinkan.
                Seorang guru berjilbab yang cantik memasuki ruangan, pelajaran pun dimulai hingga jam
istirahat ke-2 dan berlanjut hingga pulang.
~~~~~
                Selama 3 hari Mela diantar ke sekolah, nggak naik angkutan umum kayak biasanya, alasannya
malas. Hari-harinya disibukkan dengan kegiatan SKI, Rohis, dan Pala. Selama 3 hari itu juga Mela di cap
‘ANEH’ oleh Vila.
                Hari ini adalah hari minggu, Mela tetap masuk ke sekolah untuk mwngikuti kegiatan bersama
adik-adik kelas. Ada yang sibuk member intruksi pada adik-adik kelas, ada yang nganggur, ada juga yang
main basket, dan Mela hanya duduk di pinggir lapangan untuk melihat anak-anak main basket.
                “Hoe” seru Fia yang duduk di samping Mela
                “Hmmm” shaut Mela dengan sutas senyum
                “Tumben  ke Pala, nggak ada acara di Rohis ato SKI?” tanya Fia
Mela hanya menjawab dengan gelangan kepala
Fia mulai merasa aneh dengan Mela “Eh..kemarin aku ketemu Bhakti, dia banyak berubah ya?”
                “Hmmm” jawab Mela
                “Kok gitu siy?” protes Fia pada jawaban singkat Mela
                Lama terasa hening….
                “Aku juga ketemu dia 2 hari “ suar Mela memecah keheningan
                “Ha?” pantes aneh banget. Batin Fia
                “Whoy…tolongin..Azil jatoh” teriak keras menyita semua perhatian. Terlihat Azil anggota Pal
sekaligus gebetan Fia tampak lemas sambil memgang lengannya.
                “Zil, kuat jalan nggak?” tanya Fia khawatir
                “Kuat kok, tapi kayaknya patah” uacapnya lemah
                “Yaudah, kita kerumah sakit aja” saran mas Rio yang nggak lain Pembina Pal
                “Biar aku aja yang ambilin mobilnya, Mas” pinta Irham.
Beberapa cowok membantu Azil berjalan, dan Fia segera menarik tangan Mela “Mel, ayo” dengan
pasrah Melapun ikut. Tak perlu waktu lama mobil Mas Rio sudah tampak. Mela memilih langsung
menempati tempat duduk depan sedang yang lain di belakang.
                4 orang yang nganter Azil masih duduk di ruang tunggu RS. Fia yang tadinya duduk di sebelah
Irham kini berpindah ke sebelah Mela yang seakan shok “Kenapa Mela?” tanya Fia.
                “Nggak apa-apa kok” jawabnya lalu beranjak berdiri, Fia mengikuti langkah Mela.
                “Aku keingetan Bhakti, dia dulu juga kayak gini” ucap Mela pada Fia saat di kantin RS.
                “Yaudah, itukan masa lalu Mel” tegur Fia
Mela hanya diam dengan wajah sedih
                “aku tau kenapa kamu akhir-akhir ini aneh, karena Bhakti kan? Buat apa sedih jika dia hadir?
Bukankah kamu harusnya seneng?” kata Fia
                “Aku..kangen dia” keluh Mela
                “Tapikan kamu ketemu sama dia, bukannya malah bagus. Mel, aku ngerti ini semua nggak
gampang, ini sakit..kamu boleh nangis tapi dengan alasan yang jelas. Kalo kamu gini itu namanya
cengeng. Kalian pisah terus dipertemukan lagi, itu wajar. Allah itu baik Mela… Allah ngizinin kamu
ketemu sama pujaan hati kamu, yang kamu harus inget saat ketemu dia itu bukan sakitnya tapi
hikmahnya ketemu Bhakti” tukas Fia
~~~~~
                “Mel, kamu nggak pulang?” tanya Fia yang lagi nungguin Azil sampai orang tuanya datang
                “Yaudah, udah jam setengah 6. Aku pulang ya” pamit Mela
                “Iya, jawab Fia sambil tersenyum
                “Kamu gimana?” tanya Mela balik
                “Aku gampang pulangnya, kasian ntar Azil ntar sendirian. Aku nunggu ayah atao ibunya dating
dulu aja” terang Fia
                “Ciee…jagain gebetan, pembuktian calon menantu yang baik dan benar ni yee” goda Mela
                “ikh..muke lu jauh” jawab Fia ketus
                “Iya..jauh dari jelek, askum” ucap Mela dengan tawa
                Mela masih duduk di halte yang tak jauh dari RS untuk menunggu jemputan.
                “Assalamialaikum” terdengar seruan dari samping Mela
                “Waalaikumsa…” Mela menoleh karah suara “Bhakti” getir terasa di hati Melasaat melihat siapa
yang datang.
                Bhakti tersenyum dan duduk, dia mengenakan kaos putih berbalut jaket abu-abu, celana pensil.
Dan tas ransel tersungging di punggungnya.
                “Kalo kamu nggak suka, aku bisa nunggu angkutan di tempat lain kok” ucap Bhkati saat melihat Mela tampak sedih
                “Ng..Nggak kok, jangan pergi” suara Mela agak tersendat dengan linangan air mata
                “Aku ngrasa bersalah kamu nangis gara-gara aku, aku nggak ngerti apa salahku” ucap Bhkati jujur
Mela terdiam mendengar ucapan Bhakti. “Allahuakabr..Allahuakbar..” terdengar seruan adzan magrib
                “Udah magrib, shalat gak?” tanya Bhakti
                “I..Iya” sahut Mela
                “Disitu ada masjid, sholat yuk” ajak Bhakti
                Mela mengangguk dan mengikuti langkah Bhakti. Rasa bahagia, dan terharu bergelayut dihatinya.
                Setelah salam terakhir Mela ,angucap syukur untuk semuanya, masa lalu, sekarang, dan masa depan.  Selesai berdoa dan merapikan jilbab Mela menuju teras depan dan tampak Bhkati yang sudah menunggu. “udah selesaikan? Ayo ke halte” ajak Bhakti
                “Hu’ump, oh ya kamu dari mana?” tanya Mela
                “Rumah temen, kamu?” balas Bhakti
                “Nganter temen yang lagi sakit” jawab Mela
Merekapun sampai di halte  yang tadi.
                “Tadi kamu bilang ngrasa bersalah kalo aku nangis?” tanya Mela begitu duduk di halte
                “Iya, mungkin kamu mikir aku jahat atau nggak  mikirin perasaan kamu, tapi apa kamu mikirin perasaan aku? Aku ngrasa salah tapi nggak ngerti apa salahku” terang Bhakti
                “Lalu?” sahut Mela
                “Jatuh cinta itu nggak sengaja jatuh ke dalam cinta, percuma mau ngelak tetep akan jatuh juga. Itu kata temenmu” kata Bhakti
                “Temen?”
                “Iya, sahabatmu. Coba aja teger nagdepin semua, kamu bukan anak kecil dikit-dikit nangis, bentar-bentar marah. Coba aja berpikir positif dengan gitu seenggaknya kamu udah berusaha mikirin perasaanku” saran Bhakti
                “Boleh aku nanya?” ucap Mela
                “Boleh” sahut Bhakti dengan anggukan
                “Gimana perasaanmu  ke aku?” tanya Mela
                “Aku nggak ngerti, semuanya bakal ada waktunya. Yang jelas bukan sekarang” jawab Bhakti
                “Kamu punya pacar?” lanjut Mela
Bhakti hanya tersenyum
                “Jadi orang sukses dulu?” Mela menebak
                “Hahahaha…masih inget toh” ucap Bhakti sambil tertawa
                “Hehehehe..Iya” Melapun ikut tersenyum
                “Kalo kamu udah punya?” balas Bhakti bertanya
                “Sama” jawab Mela
                “Ikh..ikut-ikutan” sindir Bhakti
                “Yee..ogaklah, itu kata ayahku tau” elak Mela
                “Ayahmukan berguru sama aku” canda Bhakti
                “Ya nggaklah” Mela membela diri
Malam itupun menjadi malam terindah untuk Mela.
                “Ada bus tuh” kata Mela
                “Iya, yaudah kalo gitu aku duluan ya” Bhaktipun beranjak berdiri padahalbus masih agak jauh
                “Tunggu, ini hutangku” seru Mela sambil menyerahkan selembar uang
Bhakti menerima selembar uang itu , lalu “Pinjem bolpoin” Mela mengambilkan sebuah bolpoin dari dalam tasnya, dan menyerahkannya pada Bhakti “Buat apa emangnya?” tanya Mela, namun Bhakti hanya diam. Bhakti tampak menulis di selembar uang itu, lalu menyerahkannya pada Mela.
                Begitu bus mendekat Bhkti masih sembpt mengobrak-abrik tasnya dan mengeluarkan sesuatu, “Topi itu..” alangkah kagetnya Mela. Dan Bhakitpun masuk ke dalam bus, sempat juga dia tersenyum pada Mela.
                Mela melihat selembar uang di tangannya tertulis ‘Ni nomor HPQ yg baru, call ya’ dibawahnya tertera sebuah nomor HP. Kini Mela baru sadar dan percaya Allah mengirim Bhakti untuknya adalah untuk menjadikannya cewek tegar dan dewasa.
Tamat


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 Ayna’s Island. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy